Selasa, April 22, 2025
Google search engine
BerandaOpiniPancasila, Restu Ulama Untuk Indonesia

Pancasila, Restu Ulama Untuk Indonesia

Pancasila, disepakati sebagai dasar negara oleh seluruh rakyat Indonesia dari sejak didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 pasca kemerdekaan. Ia adalah falsafah bangsa, nafas hidup bangsa, sari pati kehidupan bangsa yang telah lama mendiami gugusan wilayah Nusantara. Berasal dari watak asli bangsa yang terbiasa guyub, gotong royong, tepo seliro, tenang, damai, terbuka bahkan bangsa ini adalah bangsa yang memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, mempunyai tekad bulat dalam menjaga kedamaian, kerja keras berkarya wujudkan peradaban maju.

Sejarah Pancasila tidak lepas dari Ir. Soekarno, seorang muda berkarakter progresif revolusioner yang tengah menjalani hukuman pengasingan di Ende Flores. Saat disana Soekarno muda melihat masyarakat Ende adalah gambaran umumnya bangsa Indonesia, karakter kebangsaan yang sama, cita-cita yang sama, tekad yang sama pula. Soekarno muda menilainya satu tujuan untuk wujudkan kemerdekaan, didasari nilai-nilai yang dipraktekkan sehari-hari oleh umumnya masyarakat Nusantara, Soekarno ingin menamakan Panca Dharma, tetapi atas dasar petunjuk seorang temannya yang ahli bahasa, untuk tidak menggunakan Dharma. Karena itu ketika mengusulkan nama Panca Sila langsung disetujui. Nama Pancasila bagi Ir Soekarno berasal dari 2 kata yaitu Sila artinya azas atau dasar, panca itu lima, dengan kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Hal ini berdasarkan pidatonya Ir. Soekarno yang berjudul “Indonesia Akan Kuat Selama Kita Tetap Setia Pada Pancasila” (5/10/1966), seperti dimuat dalam buku Bung Karno: Masalah Pertahanan-Keamanan (hlm. 70).

Namun, ini juga perlu diketengahkan bahwa Prof. Dr. Nugroho Notosusato, saat itu yang dipercayai Presiden Soeharto untuk menyusun ulang kesejarahan Pancasila, bahwa menurutnya Muhammad Yamin-lah yang pertama mengucapkannya istilah Pancasila saat pidatonya di sidang BPUPKI mengemukakan lima Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia. Pendapat Prof. Nugroho ditulis pula di dalam buku tebal Sejarah Nasional Indonesia: Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia (1975: 18) rilisan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Meski pendapat Prof. Nugroho justeru ditentang oleh Drs. Moh. Hatta yang saat itu ikut dalam setiap sidang-sidang BPUPKI, bahwa itu tidak benar. Justeru Ir. Soekarno lah penggali awal nama Pancasila tersebut, kalau merumuskan isi Pancasila betul semua tokoh pendiri bangsa menyepakati hasil rumusan bersama tersebut, yang kini sudah final dan baku.

Lalu, apa rumusan Pancasila tersebut yang kemudian menjadi ketetapan abadi sebagai dasarnya negara Kesatuan Republik Indonesia. Para pendiri bangsa telah mengesahkan Pancasila pada 18 Agustus 1945 sebagai dasar konstitusi, juga sebagai ideologi kebangsaan (falsafah bangsa) berdasarkan kesepakatan bersama (mitsaq) dan merupakan konsensus nasional.

Kita, bangsa Indonesia tentu menerimanya sebagai anugerah Tuhan untuk bangsa ini, untuk negeri tercinta ini. Maka lihat dan amati bunyi Pancasila, seperti yang ditulis dibawah ini.

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Dalam perisai itu, terdapat simbol-simbol yang melambangkan sila-sila Pancasila. Berikut ini 5 makna lambang Pancasila yang dirilis oleh BPIP.

  1. Simbol Gambar Bintang

Simbol gambar bintang berwarna kuning yang bersudut lima dengan latar belakang warna hitam terletak di bagian tengah perisai dijadikan sebagai dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hal ini mengandung maksud bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius yaitu bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Simbol gambar bintang dijadikan sebagai lambang sila pertama dalam Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa

  1. Simbol Gambar Rantai

Gambar rantai dengan latar belakang warna merah dijadikan sebagai dasar Kemanusiaan yang Adil dan beradab.
Simbol gambar rantai ini dijadikan sebagai lambang sila kedua dari Pancasila. Rantai yang berjumlah 17 dan saling sambung menyambung tidak terputus, ini melambangkan generasi penerus yang turun temurun.

  1. Simbol Gambar Pohon Beringin

Simbol ini terletak di bagian atas sebelah kiri gambar bintang dijadikan sebagai dasar Persatuan Indonesia.
Simbol gambar pohon beringin ini dijadikan sebagai lambang untuk sila ketiga Pancasila. Pohon beringin melambangkan sebagai tempat berteduh atau berlindung.

  1. Simbol Gambar Kepala Banteng

Simbol gambar kepala banteng terletak di sebelah atas gambar bintang. Gambar Kepala Banteng dijadikan sebagai dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan.
Kepala banteng diartikan sebagai tenaga rakyat dijadikan sebagai lambang sila keempat Pancasila.

  1. Simbol Gambar Padi dan Kapas

Simbol gambar padi dan kapas melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Simbol gambar padi dan kapas dijadikan sebagai dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Kemudian, kita lihat bagaimana ulama menyikapi kesepakatan bahwa Pancasila adalah dasarnya negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena saat proses merumuskan Pancasila ini bukan tanpa silang pendapat, bahkan perdebatan yang sengkarut terjadi ketika kelompok Islam tertentu ingin memperjelas identitas keislamannya di dalam Pancasila. Padahal, sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang dirumuskan secara mendalam dan penuh makna oleh KH Wahid Hasyim merupakan prinsip tauhid dalam Islam.

Tetapi, kelompok-kelompok Islam dimaksud menilai bahwa kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa tidak jelas sehingga perlu diperjelas sesuai prinsip Islam. Akhirnya, Soekarno bersama tim sembilan PPKI yang bertugas merumuskan Pancasila pada 1 Juni 1945 mempersilakan kelompok-kelompok Islam tersebut untuk merumuskan mengenai sila Ketuhanan.

Setelah beberapa hari, pada tanggal 22 Juni 1945 dihasilkan rumusan sila Ketuhanan yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Kalimat itu dikenal sebagai rumusan Piagam Jakarta. Rumusan tersebut kemudian diberikan kepada tim sembilan. Tentu saja bunyi tersebut tidak bisa diterima oleh orang-orang Indonesia yang berasal dari keyakinan yang berbeda.

Poin agama menjadi simpul atau garis besar persoalan yang diambil Soekarno yang akhirnya menyerahkan keputusan tersebut kepada Hadlratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari untuk menilai dan mencermati serta memeriksa kebenaran (mentashih) apakah Pancasila 1 Juni 1945 sudah sesuai dengan syariat dan nilai-nilai ajaran Islam atau belum.

Saat itu, rombongan yang membawa pesan Soekarno tersebut dipimpin langsung oleh KH. Wahid Hasyim yang menjadi salah seorang anggota tim sembilan perumus Pancasila. Mereka menuju Jombang untuk menemui KH. Hasyim Asy’ari. Sesampainya di Jombang, Kiai Wahid yang tidak lain adalah anak Kiai Hasyim sendiri melontarkan maksud kedatangan rombongan.

Setelah mendengar maksud kedatangan rombongan, Kiai Hasyim Asy’ari tidak langsung memberikan keputusan. Prinspinya, Kiai Hasyim Asy’ari memahami bahwa kemerdekaan adalah kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia, sedangkan perpecahan merupakan kerusakan (mafsadah) sehingga dasar negara harus berprinsip menyatukan semua. Untuk memutuskan bahwa Pancasila sudah sesuai syariat Islam atau belum, Kiai Hasyim Asy’ari melakukan tirakat. Di antara tirakat Kiai Hasyim ialah puasa tiga hari. Selama puasa tersebut, beliau meng-khatam-kan Al-Qur’an dan membaca Al-Fatihah. Setiap membaca Al-Fatihah dan sampai pada ayat ” أياك نعبد و اياك نستعين “, Kiai Hasyim mengulangnya hingga 350.000 kali. Kemudian, setelah puasa tiga hari, Kiai Hasyim Asy’ari melakukan shalat istikharah dua rakaat. Rakaat pertama beliau membaca Surat At-Taubah sebanyak 41 kali, sedangkan rakaat kedua membaca Surat Al-Kahfi juga sebanyak 41 kali. Kemudian beliau istirahat tidur. Sebelum tidur Kiai Hasyim Asy’ari membaca ayat terkahir dari Surat Al-Kahfi sebanyak 11 kali. (Sumber: KH Ahmad Muwafiq)

Paginya, Kiai Hasyim Asy’ari memanggil anaknya Wahid Hasyim dengan mengatakan bahwa Pancasila sudah betul secara syar’i sehingga apa yang tertulis dalam Piagam Jakarta (Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) perlu dihapus karena Ketuhanan Yang Maha Esa adalah prinsip ketauhidan dalam Islam. Hal ini diungkapkan oleh KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam salah satu kolomnya berjudul “Kemerdekaan: Suatu Refleksi ” (Aula, 1991: 41).

Jika melihat fakta historis tersebut, Pancasila bukan saja sekedar rumusan dari dasar suatu negara bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia semata, akan tetapi ketika Pancasila ditelaah melalui pendekatan spiritualitas ulama yang istimewa itu, tentu kita meyakini bahwa ini semua adalah anugerah terbesar dari Tuhan yang maha kuasa untuk Indonesia kita, hingga kekal abadi ilaa Yaumil qiyamat.

Serang, 1-6-2022
Oleh : Hamdan Suhaemi
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten
Sekretaris Hubungan Antar Umat Beragama MUI Provinsi Banten

BERITA TERKAIT

TULIS KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

POPULER

komentar