Selasa, April 22, 2025
Google search engine
BerandaOpiniPenerapan Dakwah Yang Humanis

Penerapan Dakwah Yang Humanis

Era keterbukaan publik ini selalu menyuguhkan kepada kita fenomena yang unik sekaligus sarat akan perdebatan. Pada segmen agama pun bisa kita lihat ada yang bisa kita ikuti dan bisa kita akui sebagai hal yang baru terutama dalam hal penyampaian pesan agama (al-tabligh), seperti tablig lewat instrumen media sosial antara lain Youtube, Whatsapp, Facebook, Instagram, seolah telah menggeser metode dakwah yang konvensional yakni tatap muka (muwajahah). Suka atau tidak metode dakwah ini tengah menjadi keharusan bagi kebanyakan para mubalig di Indonesia. Meski demikian dakwah secara metode terbagi 2 cara, yang sering diterapkan oleh para pendakwah kita.

Dakwah Ucapan (al-Qouli)

Dasar dakwah itu adalah ajakan, kemudian dakwah pun menjadi seruan, himbauan kepada jalan yang benar, jalan yang diridhai Tuhan. Firman Allah yang artinya “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (Q.S. An-Nahl: 125). Dalam surat lain, Allah berfirman : “ dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 104). dari ayat tersebut dapat kita lihat bahwa tujuan dakwah itu mengajak manusia kepada Allah.

Firman Allah dalam QS. Ibrahim: 4 yang artinya: “ dan kami tidak mengutus seorang Rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memeberi penjelasan kepada mereka”. Hal ini dapat dipahami bahwa ketika sesorang berdakwah dikalangan intelektual, bisa menggunakan bahasa-bahasa ilmiah.

Ketika kita berdakwah di kalangan masyarakat yang tingkat pendidikannya lebih rendah baiknya menggunakan bahasa yang sederhana yang mudah mereka pahami. Kalau menggunakan bahasa-bahasa ilmiah untuk mereka yang tingkat pengetahuannya rendah tentunya akan sulit bagi mereka untuk memahaminya. Dengan demikian dapat menggunakan bahasa sesuai dengan objek yang hendak kita dakwahi.

Penjelasan tentang hikmah dapat memudahkan dan menjadikan seseorang tertarik mendengar, bersemangat sesuatu yang disampaikan seorang pendakwah tentu dengan dengan lemah lembut, dakwah harus dengan bahasa yang dipahami, berbantahan dengan cara yang baik, memakai perumpamaan-perumpamaan dalam berdakwah, tidak memaki orang yang tidak beragama Islam , dakwah yang mempermudah dan tidak mempersulit, serta dengan hikmah dan nasehat yang baik.

Dakwah Sikap (al-Hali)

Dakwah bil-hal adalah merupakan usaha menyampaikan ajaran Islam kepada umat baik perorangan maupun kelompok dengan cara membantu mengatasi masalah yang dihadapi umat.

Masalah tersebut merupakan masalah hidup dan kehidupan umat, usaha pemecahan masalah ini berangkat dari akar masalah, yang pada akhirnya umat itu sendiri yang mengatasi masalah mereka dengan dasar kesadaran, sumber-sumber daya yang mereka miliki digali, dimobilisir, diorganisasi oleh mereka untuk memenuhi kebutuhan. Ini artinya bahwa dakwah merupakan usaha rnembangun manusia seutuhnya (rohani dan jasmani). Rohani menumbuhkan kesadaran membangun dan jasmaninya memunculkan tindakan tindakan yang nyata dalam pembangunan.

Dalam hal ini lebih merupakan fasilitator (agen) dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, artinya dari sebagai pembuka pintu pembangunan yang akan memunculkan perubahanperubahan yang dilakukan oleh jamaah (umat), mengapa demikian, karena dakwah memiliki sifat taghyir (perubahan) yang muncul dari, oleh, dan untuk jamaah.

Dalam surat al-Isra’ ayat 84, Allah SWT berfirman: “Katakanlah tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya”. Dari Anas RA berkata: Tidak pernah Rasulullah SAW dimintai sesuatu melainkan pasti ia memberikannya. Sungguh telah datang seorang peminta kepadanya, maka diberinya kambing yang berada di antara dua bukit, maka ia kembali kepada kaumnya dan mengajak mereka “Hai kaumku, segeralah kamu masuk Islam, karena Muhammad memberi kepada seseorang yang sama sekali tidak khawatir habis atau menjadi miskin”. Sesungguhnya dahulu orang masuk Islam karena ingin dunia tetapi tiidak lama kemudian tumbuh kecintaannya pada Islam melebihi semua kekayaan dunia.

Kiranya menjadi perhatian untuk para pendakwah agar tetap berprinsip pada keutamaan bahwa “ دعوة الحال اولي من دعوة القول “ (dakwah tingkah itu lebih utama dari dakwah ucapan).

Dakwah Yang Humanis

Dua metode di atas jika penerapannya menggunakan pendekatan kemanusian, sikap penghargaan atas manusia serta menjungjung tinggi nilai kemanusiaan, terelpeas menggunaan perspektif siapapun. Ini menjadi langkah kekinian yang perlu dilakukan oleh para pendakwah kita, jika tujuan dan hasil dakwah secara signifikan dapat diperoleh.

Tantangan pendakwah bukan sekedar menghadapai medan lapangan semata, tapi karaketristik masa pendengar (jama’ah) yang berbeda, kadang terkonsentrasi oleh pembentukan opini, kadang pula terbawa arus isu. Keadaan seperti ini patut dipertimbnagan untuk kemudian sebagai pijakan setrategis dalam upaya keberhasilan berdakwah.

Beberapa figur pendakwah yang sedikit nyeleneh dengan pendekatan budaya yang titik tujuannya adalah pencerahan dan penyadaran telah memperlihatkan keberhasilannya, mereka ini tergolong pendakwah yang penerapannya sangat manusiawi, dan berprinsip menjungjung tinggi kemanusiaan sehingga mereka yang didakwahi terkesan tidak digurui, tidak pula merasa dipaksa-paksa. Sebab mereka mengakui dan memahami dakwahnya dengan kesadaran.

Bebrapa ulama NU yang memilih cara penerapan dakwahnya berbeda dengan kebanyakan pendakwah lainnyayang sedkit ganjil, antara lain seperti cara dakwah Gus Mik (KH. Hamim Jazuli) yang cenderung humanis, beliau mencari titik ujung kesadaran manusia tanpa pemaksaan sedikitpun, memberi pencerahan dan pengetahuan kepada orang-orang tanpa memberatkan.

Ujung yang diambil kemanfaatan mengajak orang kepada kebaikan bukan dengan cara yang tidak baik tapi mengajak orang sadar dengan cara baik. Contoh lain seperti Gus Miftah (KH. Miftahudin) yang dengan pendekatan humanisnya ia berdakwah di tempat-tempat hitam (club malam dan lokasi prostitusi), Gus muda ini lebih mengutamakan touching of heart dalam setiap dakwah Islam-nya, hingga banyak orang telah kembali ke jalan yang benar, mereka tobat nasuha dan menjalankan kehidupan normalnya sebagai muslim dan muslimat yang menjalankan syariat Islam. Berbeda dengan 2 figur di atas ada pula peran Gus Jibril yang keseharaiannya mengobati banyak orang yang terdampak gangguan jiwa, dengan sikapnya “ memanusiakan “ orang-orang tersebut hingga sembuh untuk kemudian mereka pun dibimbing dengan pengajaran ilmu dan amaliyah agama.

Tokoh NU lainnya yang dengan pendekatan humanis ini pun sering dilakukan oleh Abuya Muhtadi (al-Alim al-Allamah al-Hafidh KH. Muhtadi Dimyathi) yaitu dengan mendatangi banyak Lapas (Lembaga Pemsyarakatan) terkhusus yang terkena dampak Narkoba, sang guru mulia ini sangat telaten untuk menyentuh kesadaran warga Lapas dengan tidak membeda-bedakannya, cara beliau juga seperti mengadakan pengajian dan istighosah di Lapas sebagai medium dalam upaya membangkitkan spiritualitas mereka yang secara manusiawi mereka merasa direndahkan dan terkucilkan.

Tokoh agama lain (non Islam) pun yang kita masukan di sini sebagai perbandingan bahwasannya dakwah humanis bisa diterapkan oleh para pendakwah.

Kita perlu menyimak figur Bunda Theresia ( Santa Theresia ), Suster Katolik yang tinggal dan menetap di Calcuta India, beliau menginspirasi banyak orang terutama dalam hal perhatiannya pada kemanusiaan. Perilakunya yang melayani tanpa memandang agamanya, tanpa memandang kasta (di India banyak Kasta), tanpa memandang miskin atau kaya, tanpa memandang orang baik ataukah orang jahat, beliau tulus demi kemanusiaan dengan cara menyantuni, mengobati, memandikan anak-anak, memberi pakaian anak-anak yang terlantar, meski Bunda Theresia tidak sekali-kali mengajak mereka untuk masuk agama Kristen Katolik, namun perilaku yang humanistik inilah menjadikannya diterima oleh semua kalangan umat beragama. Ini satu prinsip misi yang tak ada bandingannya, dalam istilah Katolik adalah christ beyond christianity . Penerapan sikap humanis seperti Bunda Theresia ini perlu diikuti oleh kita sebab ajaran Islam itu rahmatan lil ‘alamain.

Ungaran, 21-5-2022

Oleh: Kiai M. Hamdan Suhaemi
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten

BERITA TERKAIT

TULIS KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

POPULER

komentar